Jumat, 03 Februari 2012

HAK UNTUK MALAS

HAK UNTUK MALAS: KATA PENGANTAR DARI PENULIS


M. Thiers, dalam sebuah sesi tertutup pertemuan komisi pendidikan dasar pada tahun 1849, mengatakan: “Saya berharap untuk membuat pengaruh jajaran kependetaan menjadi sangat kuat, karena saya mengandalkannya untuk mempropagandakan bahwa filsafat yang baik adalah yang mengajarkan kepada manusia bahwa mereka hidup di dunia ini untuk menderita, bukan filsafat lainnya yang, sebaliknya menawarkan kepada manusia untuk bersenang-senang.” M. Thiers sedang menyatakan etika kelas kapitalis, yang egoism ganas dan kepicikan intelijensinya menjelma dalam dirinya.

Borjuasi mengibarkan bendera pemikiran bebas dan atheisme ketika mereka berjuang melawan kaum ningrat yang didukung jajaran kependetaan. Namun begitu Berjaya, mereka merubah nada suara serta caranya, dan sekarang menggunakan agama untuk mendukung supremasi ekonomi dan politiknya. Pada abad ke-15 dan 16, borjuasi dengan senang hati mengusung tradisi pagan dan mengagung-agungkan tubuh serta hasrat-hasratnya, yang ini dikecam oleh agama Kristiani. Di masa kita sekarang, yang dijejali barang-barang dan kesenangan, borjuasi menyangkal ajaran para pemikirnya seperti Rebelais dan Diderot, dan mengkhotbahkan ajaran pengekangan nafsu kepada pekerja upahan. Etika kapitalis – parody menyedihkan dari etika Kristen – menyayat tubuh buruh dengan laknatnya. Cita-citanya adalah mereduksi sang produsen ke jumlah kebutuhan paling sedikit, menindas kesenangan dan hasrat buruh, dan mengutuk buruh untuk memainkan bagian dari mesin yang menggerakkan kerja tanpa istirahat dan tanpa terima kasih.

Kaum sosialis revolusioner harus mengobarkan kembali pertempuran melawan para filsuf dan jago-jago propaganda borjuasi. Mereka harus bergerak menyerang etika itu serta teori-teori social kapitalisme. Mereka harus membongkar apa yang bersarang di kepala-kepala kelas yang mereka serukan untuk bertindak – prasangka-prasangka yang ditebar ke dalam diri mereka oleh kelas penguasa. Mereka harus memproklamirkan – dihadapan kaum munafik dari segala sistem etik – bahwa bumi tak akan lagi menjadi lembah airmata bagi buruh; bahwa dalam masyarakat komunis di masa depan, yang akan kita dirikan “secara damai kalau mungkin, atau dengan kekerasan kalau terpaksa harus begitu,” dorongan hati manusia akan bebas dari pengekangan, karena “semua dorongan hati ini pada dasarnya baik, tidak ada yang perlu kita hindari selain penyalahgunaan dan ekses-eksesnya,” dan hal-hal buruk itu tak akan terhindarkan kecuali oleh kontra penyeimbangnya secara mutual, oleh perkembangan harmonis organism manusia, karena seperti yang dikatakan Dr. Beddoe, “Hanya ketika suatu ras mencapai perkembangan fisiknya yang maksimal-lah, baru ia tiba di titik tertinggi energy dan kekuatan moralnya.” Demikian pula pendapat sang naturalis besar, Charles Darwin.

Penyangkalan terhadap “Hak untuk Bekerja” ini, yang sekarang saya terbitkan kembali dengan beberapa catatan tambahan, pernah dimuat di Koran mingguan Egalite, 1880, edisi kedua.


P.L
Penjara Sainte-Pelagie, 1883.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar