Minggu, 16 Juni 2013

HAK UNTUK MALAS (halaman 14)



memiliki privilese sejak lahir untuk menjadi lebih bebas dan lebih independen daripada buruh-buruh di negeri mana pun di Eropa. Ide ini mungkin berguna bagi para serdadu, karena ia merangsang keberanian mereka, namun makin kecil pekerja pabrik terilhami oleh ide ini, akan lebih baik bagi diri mereka dan negara. Buruh hendaknya jangan sampai melihat dirinya independen dari majikannya. Sangat berbahaya kiranya bila mendorong ketergila-gilaan seperti itu di sebuah negara perdagangan seperti negara kita, dimana barangkali tujuh per delapan penduduknya hanya punya sedikit properti atau malah tidak punya sama sekali. Pengobatannya tidak akan tuntas sampai buruh industri kita berpuas diri dengan bekerja enam hari untuk jumlah penghasilan sama yang kini mereka dapatkan dari kerja selama empat hari." Jadi, hampir satu abad sebelum Guizot, kerja dikhotbahkan secara terbuka di London sebagai pengekang bagi hasrat-hasrat mulia manusia. "Semakin banyak rakyatku bekerja, semakin sedikit kejahatan yang akan mereka lakukan", tulis Napoleon pada 5 Mei 1807, dari Osterod. "Akulah sang penguasa... dan aku hendak menentukan untuk memerintahkan bahwa pada hari Minggu, setelah jam kebaktian berakhir, toko-toko harus buka dan para buruh harus kembali ke pekerjaannya." Untuk memberantas kemalasan dan mengekang sentimen harga diri serta independensi yang muncul darinya,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar