PROVOS
Pemaknaan Situasionisme akan seni sebagai taktik dan gol, dibarengi dengan sebuah penyerangan terhadap tiap bentuk seni, khususnya yang eksis, mendulang dukungan yang luas dari para seniman. Bagi mereka, ide tersebut menganjurkan sebuah strategi konkrit untuk mengkonfrontasikan kondisi-kondisi sosial. Ide-ide semacam ini langsung menimbulkan pengaruh kepada para anarkis dan seniman Amsterdam, sebuah kota yang secara tradisional memiliki tradisi anti-otoritarian.
Anarkis dan seniman Robert Grotveld memulai “pertunjukanpertunjukannya” di tahun 1964, dan dengan Roel van Duyn, Rob Stock, juga yang lainnya, berlanjut menciptakan majalah yang bernama Provo. Di dalam isu pertamanya mereka mencetak ulang sebuah pamplet tahun 1910 tentang pembuatan bom berjudul Pratical Anarchy. Dengan sirkulasi yang beredar sekitar 30.000 eksemplar pada anak-anak muda Holland, Provo segera menjamur menjadi sebuah gerakan massa.
Di bulan Maret 1966, Putri Belanda Beatrix menikah dengan seorang pangeran Jerman, Claus von Amsberg, seseorang yang dicurigai menjalin koneksi dengan neo-Nazi. Provos mengubah pernikahan Negara tersebut menjadi sebuah “situasi” yang sempurna. Setelah polisi bereaksi pada serangan sebuah bom asap di ruangan keningratan dengan pemukulan brutal, demonstrasi meningkat menjadi kericuhan berhari-hari yang terus menyebar.
Popularitas Provos dengan cepat dibuktikan ketika mereka mendapatkan 13.000 suara di dalam pemilihan kota, sebagian berasal dari pengaruh “rencana-rencana putih” mereka untuk mencari solusi dari masalah-masalah urban yang kritis. Contohnya, mereka mulai mengatasi kurangnya perumahan dengan cara mengecat pintu bangunan-bangunan kosong—termasuk gedung kota—dengan warna putih, dan memanggil para tuna wisma dan anak muda untuk menempatinya.
Salah satu aktivitas mereka yang terkenal adalah untuk menolak efek-efek destruktif dari kendaraan bermotor pribadi dengan cara meninggalkan sepeda-sepeda putih di jalanan untuk penggunaan semua orang.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar